Jumat, 04 Oktober 2019

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
Kita dilahirkan di dunia memiliki perjalanan hidup masing – masing. Dimulai dari tangisan pertama kita saat lahir, merangkak, berbicara, berjalan hingga berlari, semua ada tahapannya. Begitupun setelah dewasa. Selesainya pendidikan baik sekolah menengah maupun universitas kita harus berjalan ke tahap berikutnya. Sebagian memilih untuk bekerja, melanjutkan studi dan sebagian memilih menikah. Dalam hal ini saya ingin membahas sedikit mengenai pernikahan dan perceraian dalam pandangan hukum.

Pernikahan adalah hubungan yang terjalin antara pria dan wanita yang disaksikan oleh saksi di mata agama dan hukum. Di dalam ilmu hukum kata yang dipakai adalah perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan dengan upacara perkawinan menurut agama atau kepercayaannya serta setelah dilakukan upacara perkawinan tersebut maka dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pemeluk agama islam dilakukan pencatatan di KUA( Kantor Urusan Agama) sesuai tempat tinggalnya dan bagi pemeluk non islam dilakukan di Catatan Sipil.
Pendapat masing – masing pasangan yang sudah menjalani pernikahan pun beragam. Di tambah semakin berkembangnya media sosial, memudahkan individu membagikan cerita mengenai kehidupannya. Ada pernikahan yang langgeng sampai usia senja, namun ada pula yang berujung pada perpisahan. Perlu diketahui dalam hukumpun dituliskan bagian – bagian dalam perkawinan itu sendiri yang tercatat sebagai akibat hukum perkawinan.

Akibat hukum perkawinan adalah Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama kecuali adanya perjanjian kawin yang dibuat di hadapan notaris tentang pemisahan atau pengaturan Harta Bersama, Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya dimaksudkan bahwa suami wajib memberi penghidupan yang layak kepada istri, dan Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Begitu pula dengan anak yang dilahirkan oleh suami istri yang terikat tali perkawinan merupakan ahli waris kedua orang tuanya dan kedua orang tuanya wajib melindungi,mendidik, dan  menafkahi anaknya sampai dewasa.

Dalam perkawinan pasti ada perselisihan di antara pasangan suami istri, baik kecil maupun besar. Semua kembali kepada masing – masing pasangan bagaimana cara menyikapinya. Percikan perselisihan tersebut bisa redup atau semakin besar hingga terjadi perpisahan atau dalam istilah hukum disebut perceraian. Dalam ilmu hukum sendiri perkawinan juga dapat putus karena beberapa sebab yaitu salah satu suami atau istri meninggal dunia dan adanya perceraian didasarkan putusan pengadilan. Perceraian dapat terjadi dikarenakan :

 a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
 c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
 e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
 f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
   
Akibat hukum dari perceraian adalah :
1. Status hak asuh anak (bilamana umur anak kurang dari 12 tahun maka akan diberikan kepada ibunya) sesuai dengan Bagi yang muslim diatur dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Sementara bagi yang non-muslim yaitu diberikan kepada orang tua yang paling dengan dengan anak tentunya melihat psikologis kedekatan orang tua dan anak tersebut .
2. Nafkah, Pengadilan dapat Menentukan besar kecilnya nafkah yang harus ditanggung oleh suami, juga nafkah anak untuk pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut
3. Harta bersama, perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing, Yang dimaksud dengan "hukumnya" masing-masing; ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya pengadilan menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.

Andrian Febrianto S.H, M.H, C.L.A
Advokat dan Konsultan Hukum
TENGGILIS UTARA I NO 45 SURABAYA
+62 851-0972-4400

Total Pengunjung
Contact Us

Alamat

: Jl. Tenggilis Utara I No.45, Surabaya

Telp/Wa

: +62 851-0972-4400

Email

: andriandanrekan@gmail.com